Kemana Rakyat setelah Pilpres ??
Apa yang saya khawatirkan sejak akan dimulainya pilkada dan Pilpres 2018 lalu sepertinya terjadi. Kekhawatiran bahwa akan terulangnya perpecahan pada rakyat Indonesia seperti yang terjadi pada Piplres 2014 kini menjadi nyata. Bahkan pada 2019 ini, semakin meruncing dan semakin jelas terpisah.
Tidak hanya melanjutkan dua kelompok besar yaitu Kampret dan Cebong, tapi juga kini ada “kelompok” baru yang terlihat mulai berani mengambil peran sendiri dalam keruhnya krisis persatuan Bangsa ini.
Kampret dan Cebong sepertinya memang sudah sangat sulit untuk di hilangkan, karena level dari kedua kubu ini sudah sangat tinggi untuk keyakinannya masing-masing. Tidak bisa disalahkan , karena memang dua sosok yang sangat dikagumi oleh kedua kelompok ini adalah putra-putra Bangsa yang memiliki “kharisma”nya masing-masing.
Jika anda termasuk pada orang yang begitu kuat berkeinginan bahwa Bangsa Indonesia harus bisa berdiri diatas kakinya sendiri, yang yakin bahwa Indonesia bisa benar-benar menjadi bangsa yang besar tidak dalam waktu lama karena pada dasarnya Indonesia adalah negara yang amat kaya raya akan sumber daya yang ada didalamnya. Maka Sosok Probowo Subianto adalah yang pasti anda kagumi, atau bisa dikatakan bahwa anda termasuk dalam Golongan Kampret.
Namun, Jika anda termasuk dalam orang yang lelah dengan gaya militer yang tegas, dan punya mimpi Indonesia bebas dari para sisa orde baru yang cenderung berkonotasi negative, juga ingin Indonesia menjadi Indonesia yang mungkin saja berbeda dari saat ini, yang bisa sama dengan negara-negara maju, maka anda adalah Cebong.
Tidak ada yang salah antara cebong atau kampret jika memang masing-masing dari kita memiliki niat yang baik untuk bangsa ini. Karena ini soal keyakinan yang ada pada diri kita, Jalan mana yang akan kita ikuti untuk menjadi Indonesia lebih baik.
Bahkan beberapa waktu lalupun Jokowi dan Prabowo yang mau tidak mau mewakili Kelompok Cebong dan Kelompok Kampret sudah bertemu, dan bertemu bukan dalam suasana yang resmi melainkan ditempat public. Ini menandakan bahwa seharusnya cebong dan kampret hanyalah soal jalan pemikiran dalam berpolitik saja, bukan soal dalam bersaudara dan berteman.
Anda Cebong, Saya Kampret… So What?? Kita tetap saudara, lapar dan kenyang bersama, di satu negara Indonesia.
Nah… sayangnyaaa…
Tidak semua isi kepala di negara ini bisa dengan semudah itu bisa menerima ini, soal kecurangan, soal propaganda, dan soal intimidasi serta penyalahagunaan kekuasaan dan kekuatan sudah begitu merasuk kedalam keyakinan kelompok masing-masing juga. Sehingga bisa dikatakan hampir tidak mungkin lagi bisa menyatukan kembali Kelompok Cebong dan Kampret ini menjadi satu.
Tidak ada jalan lain selain dengan merelakan Bahwa Cebong dan Kampret akan selalu saja ada dan tidak jarang akan terus berseberangan dan saling berdebat kusir tidak ada hentinya.
Untuk hal ini, soal debat kusir kita tentang Cebong dan Kampret mari kita jadikan sebagai hiasan saja ketika kita suatu waktu ingin mengasah pemikiran politik kita saja, karena memang soal politik pilpres dan Pilkada ini begitu renyah untuk dijadikan pemikiran lebih luas lagi, misal menjadi soal konspirasi global, Iluminati, Perang dunia ke 3 dan lainnya. Saya juga sangat suka membicarakan hal seperti itu. Seru!!!.
Saat ini, ke depan. Ada baiknya kita focus pada kelangsungan hidup kita yang tentu saja itu artinya kita juga ikut memperhatikan kelangsungan hidup bangsa ini, namun tanpa saling menyalahkan. Yaaahh… walau dalam hati mungkin tidak bisa kita pungkiri bahwa teriakan “nah tuh, rasain!! Dulu elo pilih khan!!” namun teriakan itu cukup dan dalam hati saja dan selalu akhiri dengan Istigfar setelah melakukannya. Hitung-hitung terapi untuk jiwa kita yang memang secara alam bawah sadar bahwa manusia ingin selalu bisa menjadi pemenang untuk dirinya. Ini wajar dan lumrah. Selama itu bisa ditahan hingga diri sendiri saja.
Bangsa ini bangsa besar adalah hal yang tidak bisa dipungkiri, dan banyak bangsa asing yang ingin “menguasai” Indonesia bukanlah isapan jempol belaka, ini yang saat ini harus jadi prioritas kita.
Saya Pribadi, sangat yakin bahwa “fihak ke 3” yang selama ini ikut berdansa dan bermain di dalam riuhnya Pilpres dan Pilkada saat ini masih berusaha keras untuk bisa bergerak kembali. Entah itu fihak ketiga dari sisi kiri ataupun sisi kanan.
Yap!! Sisi kiri atau Faham Kiri yang biasa kita sebut Faham Komunis yang begitu hebohnya ketika pilpres saya rasa bukan hanya bahan gorengan pilpres, namun cukup harus diantisipasi dengan serius kebangkitannya. Mereka yang memiliki keyakinan bahwa Komunis atau faham kiri sedang giat mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk terus mencoba untuk merenggangkan persatuan bangsa ini. Terus mencoba. Walaupun itu berpuluh-puluh tahun usahanya.
Tapi tidak hanya Faham kiri, yang tidak boleh kita lengah juga adalah adanya faham Ekstrim kanan, seperti ISIS dan sejenisnya, para peneror yang berkedok agama itu memang benar adanya dan harus kita waspadai, kengerian ekstrim kiri juga tidak boleh kita anggap enteng kerena ini juga niat dasarnya adalah memecah belah bangsa yang besar ini, yang begitu kaya dengan sumberdaya alamnya.
Kita harus lebih bijaksana dalam bergaul dan bertindak. Jangan terlalu fanatic pada ajaran satu sosok saja, berfikirlah luas dan besar. Cobalah untuk berfikir bukan mengerucut tapi membesar, bukan berujung pada personal tapi berujung pada seluruh umat manusia. Itu salah satu cara agar kita tidak terjebak dengan faham yang terlalu kiri, atau terlalu kanan.
Kita harus menyadari sepenuhnya bahwa kita telah memiliki dasar pemikiran berbangsa dan bernegara yang sudah sangat cocok dan sesuai untuk rakyat yang memang begitu berbeda adat dan budayanya ini, yaitu Pancasila. Pancasila adalah hasil pemikiran final dari seluruh budaya dan ideologi yang ada di bangsa ini, jadi Rakyat Indonesia harus kembali kepada Dasar pemikiran ini agar kita bisa keluar dari begitu kuatnya usaha fihak ketiga dalam memecah dan menghancurkan Bangsa ini.
Jadi Kemana Rakyat harus bergerak setelah pilpres ini, jawabannya satu.
KEMBALI KE DASAR NEGARA KITA PANCASILA!!!
Salam Ocehanburung.