Review film Copy of My Mind. Kerancuan antara DVD bajakan, Pilpres, korupsi dan hilangnya manfaat LSF
Sabtu lalu saya dan istri memutuskan untuk menonton film yang “begitu heboh” karena ini yang mengantarkan Tara Basro fan chiko jeriko menjadi pemenang FFI sebagai pemeran wanita terbaik dan pria terbaik 2015. Film besutan Joko Anwar ini seolah membuat saya sebagai “penggila” film merasa bersalah jika tidak menontonnya. Dan disinilah saya duduk di bangku favorit kami di studio Twenty one disalah satu Mall di kota Bogor.
Pada awal adegannya saya sudah bisa memperkirakan bahwa kamera yang mereka gunakan tidak menggunakan tripod tapi sepertinya di bahu kameramen. Hasil gambar yang tidak steady cukup mengindikasikan bahwa film ini tidak berbudget besar. Sampai disini saya masih berfikir positif bahwa alangkah “hebat” nya dengan film yang tidak bermodal besar tapi bisa mengantarkan banyak artisnya meraih piala FFI, Ini pasti karena jalan cerita yang di bawanya. Begitu pikir saya.
Tapi setelah menunggu setengah jam mengamati jalan cerita, ketidakjelasan jalan cerita dan “pemaksaan” atas suatu situasi serta eksploitasi adegan ranjang yang sangat vulgar untuk sebuah film lokal semakin terlihat jelas. Dan menurut saya ini makin mematikan nama baik LSF (lembaga sensor film) dalam menyensor film lokal yang seharusnya tetap memperhatikan adat ketimuran yang harus kita jaga. Tidak bisa saya pungkiri bahwa film luar memang sudah lama bisa lolos dari sensor LSF ketika adegan berciuman, tapi itu masih bisa saya maklumkan karena itu mungkin budaya mereka. Tapi untuk film lokal seharusnya tidak demikian. Mungkin ini bukan hanya kelalaian dari fihak LSF, tapi juga kebablasannya para public figure kita yang terlalu terlena dengan budaya barat dan haus akan sensasi yang bisa dengan cepat menaikkan popularitas, ini membuat pergeseran pemikiran yang mengakibatkan hilangnya budaya timur yang se.harusnya kita jaga.
Itu soal gagalnya LSF dan kebablasannya para pemain, dalam film tersebut juga terlihat ada banyak situasi yang terkesan dipaksakan untuk dihubungkan agar bisa “nyambung”. Salah satunya soal suka mencurinya sang pemeran utama wanita yang sangat menyukai nonton dvd bajakan, hingga suatu saat dia secara tidak sengaja mengambil salah satu dvd di “penjara vip” yang ternyata berisi barang bukti kejahatan korupsi yang membawa mereka ke masalah besar yang membuat chiko jeriko yang berperan sebagai alek diculik dan hilang. Dan film selesai sampai disana.
Isi video yang tokohnya dimiripkan dengan salah satu politikus pendukung salah satu capres, sangat jelas ingin membangun opini negatif tersendiri untuk situasi yang telah lewat itu.
Belum lagi adegan ketika pasangan ini bermesraan di iringi sambil menonton dvd porno yang menayangkan pasangan homoseksual, adegan yang sangat dipaksakan untuk masuk kedalam alur cerita walau artinya sama sekali tidak ada. Selain mungkin niat “memperkenalkan” bahwa homoseksual telah ada dinegara ini.
Bebasnya tingkah laku anak kos-kosan, maraknya dvd bajakan, banyaknya pejabat korup, dan fenomena homoseksual, begitu saja di campur secara kasar hingga menghasilkan cerita yang tidak begitu jelas maksud dan tujuannya.
Untuk apa??
Dan maksudnya apa??
Buat saya cukup aneh kalo film ini sampai dibilang Bagus. Karena menurut saya jika film seperti ini dibiarkan makin banyak, maka ini adalah pengukuhan bahwa film indonesia memang tidak layak untuk ditonton.
Untuk LSF, sesuai nama anda yang bertugas untuk SENSOR, tolong, kerjakanlah tugas anda dengan baik.
Untuk para pemeran, tolonglah jangan kebablasan dengan alasan totalitas dalam akting. Itu omong kosong.
Untuk sutradara, saya cuma mau tanya, INI FILM APAAAAAA????
Salam ocehanburung.
Oh iya… dihari yang sama saya juga nonton film Deadpool.
Untuk Film Copy of my mind saya beri rating 5 dari 10 poin
Untuk deadpool saya beri 8 dari 10 poin.