Misteri Prasasti Batu Tulis Part 1

Note : Garis Besar dari cerita ini adalah kisah turun menurun yang di ceritakan oleh seseorang yang merupakan asli penduduk Batu Tulis Bogor kepada saya yang menurut beliau adalah nyata jika kita dapat menyusurinya dengan benar. Selamat menikmati hasil riset sederhana saya yang saya kemas dalam cerita bersambung, semoga dapat menjadi bacaan yang nyaman.

 

Tahun 1512

 

Sri Baduga Maharaja baru saja menyelesaikan Semedinya selama 30 hari berturut-turut, Dia membuka matanya setelah dia menghirup aroma kepulan nasi putih yang di dekatkan kedepan hidungnya oleh seorang pelayan kepercayaannya.

 

Aroma nasi putih memang dapat digunakan untuk menyadarkan atau mengembalikan seseorang setelah berkonsentrsi lama dalam menahan segala nafsu ke duniaannya dapat dengan baik menyadarkan Sir Baduga dari Semedinya yang paling lama dia lakukan dari semedi-semedinya yang terdahulu.

 

Mata Sri Baduga maharaja atau lebih dikenal dengan Prabu Siliwangi terbuka, senyum kecil terlihat dari bibirnya, apa yang dia inginkan seolah sudah dia dapatkan. Dan dia memerintahkan kepada pelayannya untuk memapahnya kearah Prasasti yang selama ini sudah menghiasi kerajaannya sejak dia berkuasa.

 

Dibawah Prasasti ucapan selamat atas pelantikannya itu, ada batu hitam seukuran setengah tampah yang berbentuk agak oval, batu itu berwarna hitam pekat dengan permukaan yang menyembul halus, Prabu melihat batu tersebut lalu menarik nafasnya dan Batu yang ada di bawah Prasasti itu dia injak dengan kaki lemahnya karena sudah duduk bersila selama 30 hari lamanya, dan sesuatu yang luar biasa itu terjadi.

 

Batu yang diinjak oleh Prabu seperti melunak seperti bantal dari kapuk!!!!

 

Padahal batu tersebut adalah batu granit Hitam yang sangat keras, namun dengan mudahnya bantalan batu itu melesak kedalam mengikuti injakan kaki kanannya dan asap putih mengepul keluar dari sela antara batu hitam dan telapak kaki tersebut.

 

Setelah beberapa lama Manahan kakinya di batu tersebut, Prabu siliwangi akhirnya mengangkat kakinya untuk melepaskan kakinya dari batu tersebut, dan cetakan kakinya tertinggal pada batu hitam yang terlihat mengeluarkan asap putih tipis.

Pelayan kepercayaannya hanya bisa tertegun diam melihat apa yang baru saja terjadi. Dan menunduk hormat ketika Prabu siliwangi melihat kearahnya dengan senyum.

 

“Telapakku ini adalah langkah awalku untuk menuju apa yang bumi ini inginkan atas apa yang dikeluarkannya, untuk rakyatku…” kata Prabu siliwangi bicara kepada pelayan terpercayanya yang sedang jongkok sambil menunduk didepannya sambil memberi hormat dengan menyatukan kedua tangannya.

 

Pelayannya menunduk pelan sebagai tanda bahwa dia mendengar dengan jelas apa yang Prabu katakan.

 

“Hanya kau yang melihat ini semua dan hanya kau yang mendengar apa yang aku bilang, bahwa bumi pajajaran akan bertumpah darah ketika menyatunya telapakku dengan bumi pajajaran tidak di iringi dengan tunduknya jiwa sang penyadarnya…” Prabu kembali mengeluarkan kalimatnya didepan pelayannya.

 

Pelayan itu kini memberanikan diri untuk mengeluarkan wajahnya untuk melihat sang Prabu yang paling dihormatinya ini. Dan kata keluar dari mulutnya dengan gemetar.

 

“Saya mengerti baginda, dan saya akan menjaganya dengan nyawa saya…” Kata Pelayan itu dan kembali memberi hormat kepada Prabu Siliwangi.

 

Prabu Siliwangi tersenyum dan berkata kembali.

 

“Kau hanya perlu menyimpannya sementara, ketika kau sudah menjalaninya maka turunkan dan katakanlah apa yang aku katakan kepada mu tanpa sedikitpun kau rubah dan biarkan kalimat itu terus mengalir hingga seorang yang terpilih dapat memahaminya…” Kata Prabu dengan tegas dan dia melanjutkan,

 

“kini aku ingin istirahat.. bawa aku kekamarku…” Katanya kemudian.

 

Pelayan itu kembali mengangguk dan segera berdiri untuk memapah Prabu siliwangi untuk menuju ke kamarnya.

Pelayan kepercayaan Prabu siliwangi, segera beranjak kembali ke tempat Prabu siliwangi meninggalkan jejak telapak kakinya di atas batu hitam tersebut. Sebelum sampai diruangan tersebut, pelayan itu menyempatkan melihat sekeliling untuk memastikan bahwa tidak ada orang yang melihatnya.

 

Tidak berapa lama dia sampai pada prasasti yang menjulang yang berupa tulisan ucapan selamat ketika Prabu dilantik dan dibawahnya yang berupa batu hitam yang memiliki jejak kaki Prabu yang baru saja di buat oleh Prabu Siliwangi.

“Aku tidak bisa mengingatnya terus dalam kepalaku apa yang Prabu ucapkan barusan, aku harus mencatatnya sebelum kalimat itu hilang dari ingatanku…” Kata pelayan itu dengan dirinya sendiri, lalu dia berfikir dimana dia harus mencatat apa yang di bilang Prabu barusan kemudian dia memutuskan untuk menuliskannya dibalik prasasti batu besar ucapan selamat yang memang memiliki tempat cukup luas untuk menuliskan semuanya.

 

Lalu pelayan itu mulai menuliskan semua kalimat yang diucapkan sang prabu pada sisi belakang Prasasti pada batu besar, dia menulis hanya dengan menggunakan jari tangannya !! Kukunya yang kuat dan tebal mengikis batu yang sangat keras itu dengan mudahnya untuk menuliskan semua kalimat yang dia dapat dari sang Prabu.

 

Setelah selesai, sang pelayan itu keluar dari ruangan itu dan mengunci ruangan itu lalu berlalu dari sana.

 

Sebuah Rahasia Besar sudah dia buat dan rahasia itu menunggu untuk dipecahkan.

Tahun 2002

Siang itu Menteri salah satu Departemen di daerah lapangan banteng sedang berjalan menuju ruang kerjanya, lantai 3 adalah yang dia tuju, dia tampak tergesa-gesa, sehingga para pegawai dan staf pengamannya tidak sempat dia sapa seperti kebiasaanya setiap hari.

 

Lift serasa sangat lambat sampai dibawah, sampai beberapa kali dia melongok jam tangan berwarna emas dengan model lama yang melingkari tangannya. Dia segera beranjak ketika bunyi bel tanda lift sudah sampai pada lantai dasar berbunyi, para staffnya yang ikut menunggu tidak berani untuk ikut kedalam lift itu setelah melihat bahwa pimpinannya sangat tergesa. Pak Menteri tidak sempat memperdulikan itu, urusan ini sangat penting!! Dan dia memencet tombol untuk menutup pintu lift lalu beranjak keatas hanya sendirian.

 

Tidak berapa lama, dia sudah sampai dilantai yang dia tuju, sapaan sekertaris mudanya yang mengenakan Jilbab modern, menyapanya dengan lembut.

 

“Assalamualaikum, selamat pagi pak…” kata Sekertarisnya dengan senyum sesuai Standar yang dia dapat dari Training Etika yang dia dapat ketika dia melamar kerja di Departemen ini.

 

“Waalikum salam…” Kata Pak Menteri menuju pintu ruangannya. Namun dia menghentikan langkahnya dan kembali menemui sekertarisnya.

“Pagi sampai siang nanti saya tidak ada jadwal meeting khan Dew ??” Tanya Pak Menteri dengan wajah cemas.

 

“Oh tidak pak sesuai dengan yang bapak instruksikan kepada saya kemarin, pagi sampai siang ini bapak tidak dapat diganggu…” Kata Sekertaris itu sambil berdiri dari duduknya dangan wajah yakin bahwa dia telah melakukan tugasnya dengan sempurna.

 

“Oke tolong telepon saya dulu jika ada tamu mendadak untuk saya ya…” Kata Pak Menteri memberi instruksi yang pertama untuk sekertarisnya pagi itu dan dia beranjak cepat menuju pintu ruangannya kembali. Menjemput anak tercintanya di bandara adalah acara paling penting pertamanya hari ini, dan itu sudah dia jadwalkan jauh hari sebelumnya.

 

Dewi sang sekertaris yang melihat atasannya tidak seperti biasanya itu, jadi agak aneh dan hanya bisa berdiri mematung melihat atasannya membuka pintu ruang kerjanya hingga masuk kedalam dan menutup pintu itu.

 

Pak Menteri duduk diatas mejanya, amplop putih yang sudah dia kira akan ada di atas mejanya, dia lihat kembali pagi itu. ini adalah surat usulan yang sama yang ketiga kalinya semenjak dia menjabat menteri.

 

“Mengapa usulan ini tidak pernah berhenti untuk diusulkan, apakah mereka tidak tau kalau usulan ini sangat kental unsur musryik dan omong kosongnya…” Kata Pak Menteri sambil melihat pengirim dari usulan proyek yang memang tidak pernah berhenti diusulkan kepada setiap menteri departemen tersebut, dan sekarang usulan itu ada diatas mejanya setelah dia menjabat kedudukan ini.

 

Usulan itu adalah usulan untuk mendapatkan izin menggali situs Batu tulis yang terletak di Kota Bogor, yang diajukan oleh semacam organisasi kebudayaan yang sangat meyakini bahwa dibawah kota bogor terdapat harta karun yang sangat berharga dan sangat melimpah sehingga dengan harta tersebut negara ini akan menjadi makmur dan dapat melunasi semua hutang-hutangnya. Dan Prasasti Batu tulis adalah kunci dari semua misteri itu.

 

Pak Menteri melemparkan Surat usulan itu ke samping mejanya dan dia mulai membuka komputernya, ada satu e-mail yang dia sangat tunggu hari itu dan dia tidak mau melewatkannya.

Dia mengaktifkan E-mailnya dan menekan Send and Receive berkali-kali agar e-mail yang masuk dari malam dan sampai pagi itu dapat lebih cepat sampai. Beberapa e-mail masuk secara bergantian. Dan e-mail dari anaknya yang kuliah di timur tengah adalah yang di klik lebih dulu.

Raut wajah Pak Menteri terlihat sangat gembira membaca e-mail dari anak tertuanya yang sudah lulus S2 dan akan segera pulang.

 

“Selamat ya sayang kamu adalah harapan Bapak yang bisa mengabulkan apa yang bapak cita-citakan…” Kata Pak Menteri pelan dalam sepinya ruang kantor.

 

Ditengah bahagianya yang sangat, Telepon selular khusus keluarganya tiba-tiba berbunyi, nada suara yang biasanya berbunyi lagu rohani untuk orang terdekatnya, kali ini tidak berbunyi demikian, dan telepon itu berasal dari telepon seluler khusus untuk keluarganya. Pak Menteri melihat layar HPnya sebentar, dia tidak mengenali nomor itu, namun karena ini keluar dari HP khusus untuk keluarganya, maka Pak Menteri memutuskan untuk menerima telpon tersebut, sejenak perasaan tidak nyaman menghinggapinya.

 

“Assalamualaikum…” Kata Pak Menteri mengawali angkatan telponnya.

 

“Waalaikumsalam…” jawab suara diseberang sana, suaranya yang berat membuat perasaan tidak enak Pak Menteri makin besar.

 

Dengan siapa saya bicara ?? Tanya Pak Menteri.

 

“Bapak Menteri yang baik.. bagaimana dengan pengajuan usulan penggalian prasasti kami ?? apakah sudah bapak terima ??” Kata suara diseberang sana dengan nada sombong dan angkuh.

 

Pak Menteri memalingkan wajahnya pada kertas usulan yang ada dipojok meja kerjanya, dan dia mengambil itu, jawaban tidak yang sudah ada di kepalanya sejak surat itu dia lihat untuk pertama kalinya, membuat dia mantap untuk melayani sang penelpon ini agar usulan yang berlarut-larut ini dapat segera selesai.

 

“Oh iya tapi saya belum membacanya, dan jika isinya sama dengan yang sebelumnya, mungkin saya tidak perlu membacanya lagi dan akan langsung saja menolaknya saja…” Kata Pak Menteri sambil menimang-nimang surat usulan itu.

Mendengar kalimat itu, sang penelpon lebih meninggikan suaranya lagi.

 

“Pak Menteri yang terhormat!!, bapak tidak menyadari apa yang bapak lakukan dan apa yang sudah menteri-menteri sebelumnya lakukan dengan menolak usulan kami tersebut!!! Secara tidak sadar kalian sudah membiarkan bangsa ini hancur!!! Kalian sudah membiarkan bangsa ini mati dalam lumbung makanannya yang berlimpah!!!…Kami hanya ingin membuktikan bahwa nenek moyang kita tidak meninggalkan cicit-cicitnya dengan tangan hampa.. mereka meninggalkan bekal untuk kita yang berlimpah dan Batu tulis adalah kuncinya!!!” Kata Penelpon itu dengan luapan emosi yang tinggi.

 

Pak Menteri hanya tersenyum dan berkata.

 

“Justru kalian yang menyianyiakan hidup kalian semua dengan meyakini itu semua, dengan meyakini bahasa yang sudah sangat usang yang juga tidak begitu penting kalimatnya, kalian hanya para pemimpi yang ingin kaya tanpa berusaha dan ingin makmur tanpa harus berkeringat!!! Yang kalian bisa hanya memaksa kami untuk menjalankan ide kalian yang gila ini!!!! Tahukan bahwa prasasti itu hanya ucapan selamat anak kepada orang tuanya!!! Tidak lain dan tidak ada arti lain dari pada itu!!! ini Musyrik!!! Musyrik!!! Dan pemalas!!!” Kata Pak Menteri tidak kalah tinggi.

 

Pak Menteri memang tidak asal bicara tentang itu, diam-diam dia juga mempelajari tentang Prasasti itu untuk mengcounter argument para pengusul itu. dan dari risetnya, tidak ada yang dia dapat selain mitos dan hanya kabar burung tentang adanya Harta karun di wilayah batu tulis Bogor tersebut.

 

“Pak Menteri, anda adalah Menteri yang kami anggap paling tidak beruntung diantara menteri yang lain karena bagaimanapun keyakinan anda untuk menolak usulan kami, tapi kami yakin anda pasti akan menyetujuinya karena kami punya sesuatu yang akan membuat anda akan mau melakukan apapun…” Kata suara diseberang sana dengan yakin.

 

“Apa magsud anda ??? jangan sekali-kali mengancam saya!!!” Tanya pak Menteri ditengah emosinya.

 

“Hahahahaha. Apa anda sudah menerima telpon dari anak kesayangan anda yang akan tiba pagi ini ???” Kata penelpon itu.

 

“Apa Maksud anda!!!! Jangan main-main dengan saya!!!” Kata Pak Menteri kali ini diselimuti cemas.

 

“Ya!!! Anak anda ada pada kami dan saat ini sedang menangis karena rindu dengan ayahnya. mungkin anda mau menyapanya…” Kata suara itu dan mengarahkan teleponnya ke suatu tempat.

 

“Ayah!!! Aku tidak apa-apa!!! Jangan ikuti mau mereka ayah!!!..” Kata suara wanita diseberang sana dan diakhiri dengan bentakan dan suara tamparan.

 

“Diaaaaammmm!!!!! (Plak!!!!)” terdengar suara dari seberang.

 

Pak Menteri hanya diam dan terjatuh lemas diatas kursi kerjanya.

 

“Pak menteri, segera setujui usulan kami!!!, dan jangan sekali-kali berbuat bodoh, karena mata kami bahkan bisa melihat celana dalam anda saat ini!!!!, tujuan kami mulia pak, sebenarnya kami menyesal dan tidak mau melakukan ini, namun sepertinya memang kekasaran adalah senjata ampuh untuk membuat sesuatu berjalan dengan baik di negeri yang sangat lemah ini!!!” kata suara yang kini berbeda dengan yang terdahulu, suaranya lebih muda dan tegas.

 

“Apa yang harus aku lakukan ??” Kata Pak menteri lemas, anak kesayangannya tidak bisa digantikan oleh apapun juga.

 

“Hanya tanda tangan pak.. Cuma itu dan kami akan mengurus semuanya…” Jawab suara diseberang sana dengan lembut dan menang.

 

Pak menteri mengeluarkan pulpen parkernya dan menandatangani surat usulan yang sudah beberapa generasi para menteri ditolak.

 

“Sudah aku tanda tangani.. .tolong jangan sakiti anakku lagi…” Jawab Pak menteri setelah dia selesai menandatanganinya.

 

“Oooohhh. Terima kasih pak… terima kasih… akhirnya Anda telah menyelamatkan bangsa ini dari lilitan penderitaan yang sebentar lagi akan segera terlepas, besok akan segera saya bawa tim saya untuk membongkar situs itu… dan anak anda akan menunggu hingga misi suci ini selesai…” dan telpon itu ditutup.

 

Pak Menteri Cuma bisa diam, Gagang telpon itu terjatuh dan dia terduduk dengan lemah berharap bahwa apa yang baru saja terjadi, hanyalah mimpi.

 

To Be Continued.

Ocehanburung

Seorang yang sangat memperdulikan keutuhan dan harga diri bangsanya...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *