Review Film Inferno
Dan Brown memang tidak pernah kehabisan ide untuk membuat Novel yang membuat kita tidak akan berhenti untuk terus membuka tiap lembar tulisannya. Tidak hanya Davinci Code, tapi Angel and Demon, Digital Fortress, Deception point, Lost Symbol dan juga Novel terakhirnya yang berjudul Inferno, juga sangat mampu untuk membuat saya tidak bisa berhenti membaca novel tersebut sampai akhir dari halamannya.
Padat,Cepat dan menegangkan.
Dan akhirnya, Novel yang memang saya sangat tunggu penayangannya itu akhirnya muncul, Inferno akhirnya diangkat ke layar lebar, dan saya sudah menontonnya. Tidak mudah untuk saya mengingat setiap detil dari novelnya yang berjeda 3 tahun dari filmnya yang baru tayang bulan oktober 2016 ini. Tapi benang merah dari Novel tersebut masih jelas saya ingat, yaitu tentang ancaman Over populasi di bumi yang sudah sampai pada titik kritisnya.
Perkembangbiakan manusia sudah begitu cepatnya, sehingga jika tidak segera dibatasi atau dihentikan, maka kehidupan ini akan berakhir dalam waktu yang tidak begitu lama, 40 tahun.
Adalah betrand Zobrist, seorang ilmuwan yang menjadi sangat paranoid atas fenomena over populasi di bumi ini, dan dia sangat khawatir atas keyakinannnya bahwa bumi ini akan hancur jika kita berdiam diri tidak melakukan apa-apa atas bencana yang sudah didepan mata.
Segalanya sudah dia lakukan untuk bisa menangkis bencana ini namun sia-sia, dan pada akhirnya jawabannya hanya satu, bahwa pemusnahan secara massal manusia adalah satu-satunya cara agar bumi ini bisa selamat dari bencananya.
Oleh karena itu, dia menyiapkan membuat sebuah senjata Biologis (bakteri) yang mampu untuk memusnahkan dan menghambat pertumbuhan manusia secara besar-besaran untuk menyelamatkan bumi ini. Namun tidak sampai disitu, sebelum Zobrist benar-benar melepas senjata biologisnya, dia menyurati WHO dengan mengirimkan sebuah gambar digital dengan maksud memberi kesempatan kepada WHO untuk mencegahnya.
Dan gambar digital tersebut adalah lukisan tua yang dibuat oleh Dante. Dan disinilah Robert Langdon memainkan perannya, berpacu dengan waktu untuk memecahkan teka-teki yang ada pada gambar tersebut dengan menyusuri kota-kota di eropa yang diarahkan oleh gambar tersebut untuk menemukan senjata biologis yang dimaksud.
Siuman dengan keadaan amnesia dirumah sakit di itali, serta berkejaran dengan waktu yang tidak sampai 24 jam, membuat Robert Langdon (Tom hanks) harus berfikir dan bekerja keras untuk menemukan Senjata biologis tersebut, taruhannya hanya 2, menemukan, atau setengah dari manusia dibumi ini akan musnah.
Alur yang cepat dan peralatan serta pola pikir Robert Langdon yang begitu faham tentang Kurasi dan sejarahnya, membuat film ini sangat menarik dan cukup mengakomodir novelnya yang begitu mengasyikan dan menegangkan untuk dibaca. Pengejaran dari Itali sampai kepada Istanbul turki, sedikit banyak membawa saya teringat akan saat-saat mengunjungi kedua Negara tersebut dan menambah menariknya film yang disuguhkan.
Mungkin memang akan terlalu panjang jika pada filmnya harus mengakomodir semua yang Dan Brown tuangkan di Novel. Di novelnya, dan brown mengupas tuntas tentang sosok Dante dari sejak lahir hingga percintaannya yang kandas, sampai akhir hayatnya, dan sejarah dia melukis tahapan neraka yang konon dia bisa melukiskan dengan detil karena memang dia pernah “mengunjungi” tempat tersebut. Tapi pada film, itu semua di skip, dan lebih focus pada perburuan Senjata biologis yang mengancam dunia.
Karenanya alangkah lebih baiknya, jika anda membaca juga novelnya jika ingin lebih details mengetahui sejarah dari gambar Inferno dan Kehidupan Dante yang sangat misterius dan menambah menegangkan dalam menonton filmnya.
Sedikit informasi, bahwa final yang yang disuguhkan, berbeda antara novel dan Filmnya. Dan itu yang membuat saya menjadi lebih menyukai filmnya. Karena di novelnya kita akan disuguhkan pada sebuah perasaan yang berbeda dari yang seharusnya.
Nilai saya 9 dari 10.
Wajib tonton.
Salam Ocehanburung.
Note : Gambar dari Google