Antara Budaya, Ketimpangan Berfikir dan Sampurasun

Antara Budaya, ketimpangan berfikir dan Sampurasun.

textgram_1448595620

Baiklah… saya ikut berkomentar untuk hal yang satu ini. Namun sebelum saya memulainya, saya ingin menyampaikan bahwa kita harus berhati-hati atas semua peristiwa yang terjadi terutama pada hal-hal yang berkaitan dengan isu pemerintahan saat ini dan isu SARA. Tetap istiqomah dengan kepastian pendirian dan tidak mudah untuk ditarik sana sini dengan berbagai berita dari media yang provokatif dengan maksud mengejar oplah atau mengejar klik dengan hanya menyampaikan berita tidak secara utuh dan lengkap. Jangan sampai kita terjebak oleh kata “netral” karena dengan bertindak sebagai orang yang katanya “netral” justru anda akan terjerumus pada kebimbangan sikap dan ketidakjelasan pendirian dalam berfikir.

Tidak bisa dipungkiri bahwa isu SARA memang isu yang tidak pernah berkurang kadar ke-seksi-annya untuk digulirkan di indonesia. Kurang sukanya masyarakat kita untuk mencari tahu akan sesuatu secara lengkap dan detil agar pokok masalahnya benar-benar bisa terlihat jelas, dan cepat puas dengan sesuatu jika memang sudah cocok dengan isi kepalanya walau tidak jelas asalnya darimana, adalah market yang empuk bagi para penebar isu, baik isu untuk tujuan keuntungan pribadi atau untuk menjaring massa untuk mendokrin agar sejalan dengan pemikiran yang dituangkan dengan tulisan atau berita yang mereka tulis atau tayangkan.

Bukan hanya itu, fenomena berfikir yang tidak komprehensif atau tidak menyeluruh alias terpecah-pecah serta terkotak-kotak memang sangat merajalela saat ini. Fenomena yang menurut saya “sangat merusak” pola fikir rakyat kita ini sangat erat hubungannya dengan peran berbagai media “tidak netral” yang memang memiliki misi besar untuk “mencuci” pola pikir rakyat kita. Ini juga yang saat ini sedang melanda pemimpin kita dengan kalimat “bukan urusan saya”nya dan mau tidak mau sebagian dari kita mengekor untuk menirunya.

Ketimpangan pola pikir yang saya maksud adalah ketimpangan ketika kita menilai sesuatu.

Jangan sampai kita bertindak berbeda untuk satu hal yang sama hanya karena ada hal yang berbeda diluar dari pokok persoalan tentang satu hal tersebut. Bertindak berbeda untuk isu yang sama itulah yang saya sebut dengan ketimpangan pola berfikir, tidak istiqomah dan terkesan berat sebelah.

Sebuah contoh kecil adalah ketika kita sedang membicarakan soal Budaya, pola fikir yang timpang adalah jika kita telah bertindak atau bersikap berbeda untuk soal yang sama-sama tentang budaya.

Yang paling heboh saat ini adalah soal Budaya Sunda Sampurasun yang diplesetkan atau ter-plesetkan oleh panglima tinggi FPI dalam salah satu ceramahnya. Saya bukan anggota FPI, namun untuk hal ini, saya memang beranggapan bahwa dalam berita yang beredar saat ini sangat sarat dengan adanya unsur tersirat bahwa ada niat untuk memecah belah umat dan menggoyahkan keyakinan. Ditengah gencarnya budaya barat dan mesranya pemimpin negara ini dengan negara yang berfaham sangat berseberangan dengan negara kita, adalah hal yang sangat wajar jika makin banyak faham alternatif yang bisa membingungkan pemikiran dan keteguhan kita dalam berpendirian. Goyahnya keyakinan dengan berbagai masukan pola pikir baru yang bisa dianggap benar walau agak berbeda dengan keyakinan kita sebelumnya, adalah hal yang saat ini banyak orang mengalaminya.

Dan dari “kegalauan” itulah niat jahat memecah belah umat yang telah cukup lama bersatu ini muncul. Pemberitaan yang tidak penuh, pencitraan yang berlebihan, menyudutkan satu sisi dan hal-hal lainnya yang bisa sangat mudah makin memperkeruh pola pikir kita.

Soal salam “sampurasun” adalah soal budaya. Seharusnya kita memperlakukan sama untuk masalah ini dengan masalah “jenggot dan pakaian” yang katanya hanya soal budaya saja. Dua hal ini sama-sama soal budaya, tapi kenapa kita memperlakukannya berbeda.

Sudah cukup banyak orang terkenal di bangsa ini yang bisa dibilang “melecehkan” soal jenggot dan pakaian yang katanya hanya budaya dan bukan pokok ajaran islam, dan kita seolah bebas melakukannya karena itu bukan budaya kita. Tapi ketika sampurasun di plesetkan dan itupun jika kita melihatnya secara menyeluruh ternyata bukan dalam konteks Salamnya, tapi lebih kepada sosok yang dibicarakan pada saat itu, bahwa ada indikasi sosok tersebut ingin mencampur-adukkan ajaran dengan yang bukan tuntunan rasul dengan dalih budaya. Dan ini ibarat racun yang bisa mematikan akidah yang sudah memperbaiki diri kita selama ini.

Jika Plesetan sampurasun dikatakan melecehkan budaya kita, yang mana saya setuju soal ini, seharusnya kalian juga harus merasa sungkan dan tidak suka jika ada fihak yang melecehkan soal Janggut dan pakaian yang katanya budaya arab itu. Itu yang seharusnya kita lakukan. Bukan malah terjebak pada pemikiran sepotong yang menyebabkan kita timpang dalam berfikir dan tidak istiqomah dalam bertindak.

Mari adil dalam berbuat.

“Jika kita tidak ingin budaya kita dilecehkan, maka janganlah kita melecehkan budaya orang lain…”

Salam ocehanburung.

Ocehanburung

Seorang yang sangat memperdulikan keutuhan dan harga diri bangsanya...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *